TEMPO Interaktif, Jakarta -Satu tim utusan pemerintah Indonesia hari ini mendatangi pihak PPTTEP Australia, operator ladang minyak Montara, untuk menegosiasikan klaim pembayaran ganti rugi atas tumpahan minyak di kilang Montara, Blok Australia Barat akibat kelalaian perusahaan tersebut. Pemerintah Indonesia menuntut klaim ganti rugi Rp 22 triliun.
"Hari ini tim pemerintah rapat dengan PPTTEP di Perth," ujar Menteri Perhubungan Freddy Numberi usai menghadiri rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian hari ini (26/8).
Freddy yang ditunjuk sebagai ketua delagasi pemerintah Indonesia dalam penyelesaian kasus tumpahan minyak ini mengatakan, pemerintah membawa sejumlah data dan fakta untuk ditunjukkan kepada pihak PPTTEP sebagai barang bukti.
Dengan keberadaan data dan fakta akurat tersebut, perusahaan yang berbasis di Australia tersebut seharusnya sudah tidak bisa mengelak lagi dari tuntutan pihak Indonesia. "Data kami akurat. Mereka tidak bisa menolak, harus ditekan," ujarnya.
Klaim sebesar Rp 22 triliun tersebut, menurut Freddy, untuk membayar kerugian ekologis dan merevitalisasi mata pencarian nelayan Nusa Tenggara Timur dan Pulau Rote yang rusak akibat tumpahan minyak mentah di kawasan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. "Wajar kami klaim sebesar-besarnya, kan kita yang dirugikan," tegsnya.
Pemerintah, ujarnya, telah memiliki mekanisme pembagian klaim, yakni dengan cara hasil klaim diberikan secara langsung kepada masyarakat.
Pencemaran minyak mentah akibat meledaknya kilang Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor, 21 Agustus 2009 telah mencemari sedikitnya 90.000 meter persegi Laut Timor. Pencemaran itu diperkirakan mencapai 75 perse wilayah perairan Nusa Tenggara bagian timur.
Sejumlah pakar perikanan Australia pada Desember tahun lalu telah meneliti, pencemaran terjadi di wilayah laut Timor karena minyak terbawa arus dari selatan ke utara, masuk ke perairan Indonesia.